Adix Remorar

Selasa, 29 Mei 2012

RABIES

Definisi Rabies
Rabies atau dikenal juga dengan istilah lyssahydrophobia, rage, tollwut, atau penyakit anjing gila. Rabies adalah penyakit infeksi yang bersifat akut pada susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua jenis binatang berdarah panas dan manusia. yang di sebabkan oleh virus rabies yang ditandai dengan kelumpuhan yang progresif dan berakhir dengan kematian

Tingkat Kejadian Penyakit Rabies di Dunia
Rabies adalah salah satu penyakit tertua yang pertama kali dikenal di Mesir dan Yunani Kuno sejak tahun 2300 sebelum masehi. Rabies di temukan di sebagian besar dunia, sedangkan negara – negara yang hingga kini bebas dari rabies adalah Australia, Selandia Baru, Inggris, Belanda, Hawaii (Amerika Serikat) dan sejumlah pulau – pulau kecil di pasifik

Rabies di Indonesia sudah lama ditemukan dan hampir semua daerah tertular virus. Rabies pertama kali di temukan pada kerbau oleh Esser (1884), anjing oleh Penning (1889), dan pada manusia oleh E.V.de Haan (1894) yang ketiganya ditemukan di Jawa Barat.

Selanjutnya beberapa tahun kemudian kasus rabies ditemukan di Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (1953), Sumatera Utara (1956), Sumatera Selatan dan Sulawesi Utara (1958), Sumatera Selatan (1959), Aceh (1970), Jambi dan Yogyakarta (1971), Kalimantan Timur (1974), Riau (1975), Kalimantan Tengah (1978), Kalimantan Selatan (1983), Pulau Flores NTT (1997), Pulau Ambon dan Pulau seram (2003).

Kejadian rabies di Bali, semua kabupaten dipastikan tertular dengan korban meninggal bervariasi. Di Tabanan misalnya, Sejak Agustus 2009 hingga pertengahan Mei 2010 dari 4.882 warga di Kabupaten Tabanan, Bali, yang menderita rabies akibat gigitan anjing, sudah 16 orang yang tewas. Kasus pada manusia mengalami fluktuasi tertinggi pada Oktober 2009, yakni mencapai 920 orang. Adapun total korban sejak Agustus tahun 2009 hingga pertengahan Mei 2010 mencapai 4.882 orang. Buleleng juga melaporkan korban meninggal sebanyak 5 orang sejak kasus rabies menulari kabupaten Buleleng. Korban meninggal terakhir adalah seorang balita Putu Susila Putra warga Desa Alasangker Kecamatan Buleleng.

Rabies di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius karena hampir selalu menyebabkan kematian (always almost fatal) setelah timbul gejala klinis dengan tingkat kematian sampai 100%.


Penyebab Penyakit Rabies
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang dapat menular melalui semua hewan berdarah panas dan hampir semua kejadian infeksinya akan berakhir dengan kematian. Penyakit ini di sebabkan oleh Rhabdovirus. Virus ini berbentuk peluru berkapsula dengan ukuran 70x170 nm. Kapsula yang menyelubunginya tersusun atas peplomer glikoprotein, bahan protein (protein matrix) dan lipoprotein. Virus ini memiliki nukleo kapsid dengan simetri heliks, genom RNA linear Polaris minus, 11-12kb. Rhabdovirus mereplikasi diri dalam sitoplasma, transkriptase virus mentranskripsi lima RNA subgenom yang ditranslasi menjadi lima protein yaitu transkriptase (150 K), Nukleoprotein (50-62 K), protein matrix (20-30 K), peplomer glikoprotein (70-80 K) dan protein tidak bersturktur (40-50 K). pendewasaan virus ini melalui penguncupan menembus membran.

Virus masuk ke tubuh melalui luka (biasanya dari gigitan hewan buas) atau luka yang di jilati oleh hewan yang terinfeksi rabies. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana.  Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur. Masa inkubasi rabies adalah 20-90 hari, sangat tergantung pada tingkat keparahan luka, lokasi dan jarak luka dari otak, dan jumlah dan strain virus yang masuk. Semakin dekat dengan otak, semakin berbahaya. Hewan yang terkena rabies biasanya dalam kurun waktu 14 hari akan mati.

Penularan

Penularan rabies biasanya terjadi melalui gigitan atau jilatan hewan misalnya anjing, kucing, kera, rubah, sigung, kelelawar, dan rakun yang telah terinfeksi, Pada kasus tertentu penularan melalaui udara dapat juga terjadi. Virus ini berkembang biak dalam kelenjar ludah. Sangat peka terhadap pelarut yang bersifat alkalis seperti sabun, desinfektan, alkohol, dll. Sistem yang diserang adalah Sistem syaraf atau nervous system clinical encephalitis yang dapat bersifat paralitik / furious dan glandula salivarius mengandung sejumlah besar partikel virus yang berada di saliva. Penularan dari orang ke orang secara teoritis dimungkinkan oleh karena liur orang yang terinfeksi dapat mengandung virus, namun hal ini belum pernah didokumentasikan. Transplantasi organ (cornea) orang yang meninggal karena penyakit sistem saraf pusat yang tidak terdiagnosa dapat menularkan rabies kepada penerima organ tadi. Penyebaran melalui udara telah dibuktikan, namun kejadiannya sangat jarang

Gejala
Gejala Klinis Pada Hewan

Anjing muda lebih relatif lebih peka dibandingkan hewan dewasa. Masa inkubasi rata-rata 3 sampai 6 minggu dengan variasi yang tinggi, bisa 10 hari atau 6bulan, jarang kurang dari 2 minggu atau lebih dari 4 bulan. Virus rabies dijumpai pada air liur anjing segera setelahgejala klinis tampak.
Ada tiga bentuk rabies pada hewan yaitu :
a) Furious rabies (bentuk ganas)
b) Dumb rabies (bentuk tenang)
c) Asimtomatik rabies
Pada anjing dan kucing biasanya bersifat ganas. Masa inkubasi 10-60 hari namun bisa juga lebih lama. Air liur binatang sakit yang mengandung virus menularkan virus melalui gigitan atau cakaran.

Gejala klinis dari tiga bentuk rabies pada hewan
Bentuk ganas (Furious rabies)
Masa eksitasi panjang, kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda – tanda terlihat. Tanda-tanda yang sering terlihat:

·         Hewan menjadi penakut atau menjadi galak
·         Senang bersembunyi di tempat-tempat yang dingin, gelap dan menyendiri tetapi dapat menjadi agresif
·         Tidak menurut perintah majikannya
·         Nafsu makan hilang
·         Air liur meleleh tak terkendali;
·         Hewan akan menyerang benda yang ada disekitarnya dan memakan barang, bendabenda asing seperti batu, kayu dsb
·         Menyerang dan menggigit barang bergerak apa saja yang dijumpai;
·         Kejang - kejang disusul dengan kelumpuhan

Bentuk diam (Dumb Rabies)
Masa eksitasi pendek, paralisa cepat terjadi. Tanda- tanda yang sering terlihat :

·         Bersembunyi di tempat yang gelap dan sejuk
·         Kejang-kejang berlangsung sangat singkat, bahakan sering tidak terlihat.
·         Lumpuh, tidak dapat menelan, mulut terbuka.
·         Air liur keluar terus menerus (berlebihan).
·         Mati.

Bentuk Asimtomatis
Hewan tidak menunjukkan gejala sakit dan atau hewan tiba-tiba mati. Rabies pada kucing mempunyai gejala atau tanda-tanda yang hampir sama dengan gejala pada anjing, seperti :
·         Menyembunyikan diri, banyak mengeong,
·         Mencakar-cakar lantai dan menjadi agresif.
·         Pada 2 - 4 hari setelah gejala pertama biasa terjadi kelumpuhan, terutama di bagian belakang.

Berikut fase-fase yang dilalui saat hewan terpapar rabies bentuk ganas (furious rabies) yaitu :

Fase prodormal (fase awal)
Ditandai dengan bersikap tidak normal, bersembunyi di tempat yang gelap, gelisah, tidak dapat tidur, refleks keaktifan meningkat, anoreksia, nyeri pada gigitan, temperatur meningkat sedikit.



Fase eksitasi
Setelah 1-3 hari, agresif, cenderung menggigit barang, hewan dan manusia termasuk pemiliknya sendiri. Bahkan kadang kadang menggigit dirinya sendiri. Hewan mengalami hipersalivasi karena hewan tidak bisa menelan salivanya sendiri akibat paralisa otot untuk menelan, gonggongannya berubah karena paralisa sebagaian syaraf vokal, hewan cenderung meninggalkan rumah dan lari jauh, seringkali menyerang anjing dan hewan lain.

Fase paralisis
Konvulsi, diikuti inkoordinasi otot dan kelumpuhan. Selain bentuk ganas bisa juga dijumpai rabies bentuk diam dengan gejala kelumpuhan,fase eksitasi sangat pendek kadang kadang tidak ada, kelumpuhan mulai otot kepala dan leher. Hewan sulit menelan kemudian diikuti total dan berakhir dengan kematian.
Tanda-Tanda Rabies Pada Manusia
·         Gejala awal rabies meliputi demam, malese umum, mual, rasa nyeri di tenggorokan beberapa hari, rasa nyeri dan panas disertai kesemutan pada tempat luka.
·         Lalu disusul gejala angsietas dan reaksi berlebihan terhadap rangsang sensorik atau yang dinamakan “stimulus sensitive myclonus”.
·         Tonus otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala-gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan dilatasi pupil.
·         Bersamaan dengan stadium eksitasi penyakit mencapai puncak yang sangat khas yaitu hydrophobia (rasa takut berlebihan terhadap air), gejala lain adalah kepekaan tinggi terhadap rangsang sinar, suara dan angin, sehingga penderita rabies akan kejang- kejang dan akan timbul air liur dan air mata secara berlebihan, diakhiri dengan kelumpuhan
·         Gejala-gejala dapat terus tampak sampai penderita meninggal, tetapi yang lebih sering terjadi sebelum kematian otot-otot justru melemas, hingga terjadi parises flaksid otot-otot.
·         Biasanya penderita meninggal 4-6 hari setelah gejala pertama timbul

Pencegahan
Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan dalam pelaksanaannya akan bekerjasama dengan semua isntansi. Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman khusus berlandaskan pada surat keputusan bersama antara menteri Kesehatan, Menteri pertanian dan Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan penanggulangan rabies.
Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat dilihat dibawah ini:
·         Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.
·         Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk tanpa izin ke daerah bebas rabies.
·         Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-daerah bebas rabies.
·         Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing dan kera, 70% populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.
·         Pemberian tanda bukti atau pening terhadap setiap kera, anjing, kucing yang telah divaksinasi.
·         Mengurangi jumlah populasi anjing liar atan anjing tak betuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan perkembangbiakan.
·         Menangkap dan melaksanakan observasi hewan tersangka menderita rabies, selama 10 sampai 14 hari, terhadap hewan yang mati selama observasi atau yang dibunuh, maka harus diambil spesimen untuk dikirimkan ke laboratorium terdekat untuk diagnosa.
·          Mengawasi dengan ketat lalu lintas anjing, kucing, kera nan hewan sebangsanya yang bertempat sehalaman dengan hewan tersangka rabies.
·         Membakar dan menanam bangkai hewan yang mati karena rabies sekurang-kurangnya 1 meter

Pada manusia dapat di cegah dengan melakukan vaksinasi, vaksin rabies pre-exposure dapat di berikan pada orang yang beresiko tinggi terkena virus rabies sehingga dapat terlindungi apabila mereka terpapar virus rabies. Sedangkan vaksin rabies post-exposure dapat mencegah terjadinya penyakit rabies apabila di berikan kepada seseorang setelah terpapar virus rabies. vaksin ini sebaiknya di berikan sesegera mungkin
Vaksinasi memberikan perliundungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap pemaparan selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun

Pelaksanaan Terapi (Pengobatan)
Bila terinfeksi rabies, segera cari pertolongan medis. Rabies dapat diobati, namun harus dilakukan sedini mungkin sebelum menginfeksi otak dan menimbulkan gejala. Bila gejala mulai terlihat, tidak ada pengobatan untuk menyembuhkan penyakit ini. Kematian biasanya terjadi beberapa hari setelah terjadinya gejala pertama.
Jika terjadi kasus gigitan oleh hewan yang diduga terinfeksi rabies atau berpotensi rabies (
anjing, sigung, rakun, rubah, kelelawar) segera cuci luka dengan sabun atau pelarut lemak lain di bawah air mengalir selama 10-15 menit lalu beri antiseptik alkohol 70% atau betadin. Orang-orang yang belum diimunisasi selama 10 tahun terakhir akan diberikan suntikan tetanus. Orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin rabies akan diberikan suntikan globulin imun rabies yang dikombinasikan dengan vaksin. Separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan dan separuhnya disuntikan ke otot, biasanya di daerah pinggang. Dalam periode 28 hari diberikan 5 kali suntikan. Suntikan pertama untuk menentukan risiko adanya virus rabies akibat bekas gigitan. Sisa suntikan diberikan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28.  Kadang-kadang terjadi rasa sakit, kemerahan, bengkak, atau gatal pada tempat penyuntikan vaksin.



Spesialite Obat
1. Vaksin sel diploid manusia (HDCV)
Untuk mendapatkan suspensi virus rabies bebas dari protein asing dan susunan saraf pusat, virus rabies diadaptasi untuk tumbuh dalam jalur sel fibroblas normal manusia WI-38. Sediaan virus rabies dipekatkan melalui ultrafiltrasi dan diinaktivasi dengan β-propiolakton. Bahan ini cukup antigenik sehingga hanya perlu diberikan lima dosis HDCV untuk mendapatkan respons antibodi substansial pada sebagian besar resipien. Reaksi lokal (eritema, gatal, bengkak pada tempat suntikan) terjadi pada 30-70% resipien, dan reaksi sistemik ringan (sakit kepala, mual, mialgia, pusing) terjadi pada sekitar seperlima resipien. Tidak dilaporkan adanya reaksi anafilaktik, neuroparalitik, atau ensefalitik yang serius. Vaksin ini telah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1980. Berdasarkan atas jaringan asalnya, HDCV terdiri atas:
a. Nerve tissue vaccine (NTV)
NTV adalah vaksin yang terbuat dari jaringan saraf melalui vaksin yang berasal dari otak hewan dewasa seperti kelinci, kambing, domba, kera dan tikus; dan vaksin yang berasal dari otak bayi mencit.
b. Non-nerve tissue vaccine
Merupakan vaksin yang terbuat dari jaringan bukan saraf, yang meliputi vaksin yang berasal dari telur itik bertunas serta Tissue Culture Vaccine (TCV) yang merpakan vaksin yang terbuat dari biakan jaringan.
c.Tissue Culture Vaccine (TCV)
Cara ini mulai ditemukan pertama kali oleh Kissling dkk. pada tahun 1963 dengan menanam virus rabies strain CVS 11 pada biakan jaringan ginjal hamster, kemudian sekitar tahun 1964 Wiktor, Fernandes dan Koprowski mulai mencoba menanam virus rabies dari barbagai suku virus fike seperti CVS, Flury HEP, Pyttman Moore dan lain-lain pada kultur dari human diploid cell tipe WI-38. Pada garis besarnya TCV ini bila ditinjau dari kegunaannya terdiri atas:

Untuk pencegahan sebelum digigit anjing (pre-exposure)
a. Vaksinisasi pencegahan terhadap kemungkinan rabies, diberikan pada mereka yang karena tugasnya berhubungan dengan hewan ternak atau hewan percobaan, misalnya dokter hewan, ahli bologi, petugas karantina, petugas pada kandang hewan percobaan, petugas rumah gotong dan lainlain, terutama pada daerah endemis rabies.
b. Pada anak-anak dapat juga diberikan vaksinasi pencegahan oleh karena resiko tertular virus rabies secara statistik besar sekali.

Untuk pengobatan setelah digigit (post-exposure)
Gunakanlah rekomendasi WHO jika ada kemungkinan ditulari dengan virus rabies.
Cara pemakaian:
Dengan menggunakan jarum besar, vaksin beku-kering yang tersedia dilarutkan dalam botolnya dengan 1 ml pelarut khusus yang ada di dalam disposible syringe yang tersedia dalam kemasan. Kocok perlahan-lahan kemudian isap kembali seluruhnya (dosis untuk orang dewasa). Kemudian vaksin rabies tersebut disuntikan secara subkutan atau secara intra-muskuler dengan menggunakan jarum kecil. Vaksin beku-kering ini berwarna putih kelabu tapi setelah dilarutkan berwarna merah jambu.

2. Vaksin Rabies Absorpsi (RVA)
Vaksin yang dibuat dalam jalur sel diploid yang berasal dari sel paru janin monyet resus telah diijinkan di Amerika Serikat pada tahun 1988. Vaksin virus diinaktivasi dengan β-propiolakton dan dipekatkan melalui adsorpsi terhadap fosfat alumunium. Vaksin HDCV dan RVA cukup manjur dan aman.

3. Vaksin Jaringan Saraf
Vaksin ini dibuat dari otak domba, kambing, atau tikus yang terinfeksi dan digunakan di banyak bagian dunia termasuk Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Vaksin ini menyebabkan sensitisasi terhadap jaringan saraf dan menyebabkan ensefalitis pascavaksinisasi (suatu penyakit alergik) dengan frekuensi yang tinggi (0,05%).
Vaksin ini tidak digunakan di AS selama beberapa dasawarsa. Perkiraan keberhasilannya pada orang yang digigit oleh hewan rabies bervariasi dari 5% hingga 50%.

4. Vaksin Embrio Bebek
Vaksin ini dikembangkan untuk mengurangi masalah ensefalitis pascavaksinasi. Virus rabies ditumbuhkan dalam telur bebek terembrionasi, tetapi kepala diangkat sebelum vaksin disiapkan, dengan tujuan untuk mengeluarkan jaringan saraf dan menghindari ensefalitis alergi. Secara teratur vaksin ini menimbulkan reaksi setempat dan reaksi sistemik (demam, malaise, mialgia) pada sepertiga resipien. Reaksi neuroparalitik (<0,001%) dan anafilaktik (<1%), jarang terjadi, tetapi antigenitas vaksin rendah. Karena itu harus diberikan banyak dosis (16-25) untuk menimbulkan respon antibodi pascapemaparan yang memuaskan. Vaksin ini digunakan di AS di
masa lalu tetapi sekarang tidak lagi digunakan.

5. Virus hidup dilemahkan
Virus hidup dilemahkan yang diadaptasi untuk tumbuh dalam embrio ayam (contohnya, strain Flury) digunakan untuk hewan tetapi tidak untuk manusia. Kadang-kadang, vaksin seperti ini dapat menyebabkan kematian akibat rabies pada kucing atau anjing yang disuntikan. Virus rabies yang ditumbuhkan pada berbagai biakan sel hewan juga telah digunakan sebagai vaksin untuk hewan peliharaan.



Tipe Antibodi Rabies

1. Globulin imun rabies, manusia
Merupakan globulin gama yang disiapkan melalui fraksionasi etanol dingin dari plasma manusia terhiperimunisasi. Kandungan antibodi penetralisasi distandarisasi hingga 150 IU/ml. Dosisnya 20 IU/kg, separuh diberikan disekitar luka gigitan dan separuh yang lain secara intramuskuler.

2. Serum Antirabies, kuda
Merupakan serum pekat dari kuda yang terhiperimunisasi dengan virus rabies. Bentuk ini telah digunakan dibeberapa negara dimana HRIG tidak terdapat. Pemilihan Produk Imunisasi Rabies Hal ini merupakan penerapan rasio risiko/ manfaat, sejauh yang diketahui untuk tiap produk. Vaksin sel diploid manusia mempunyai efektifitas yang tinggi diantara vaksin yang dikenal dalam merangsang pembentukan antibodi, dan beberapa efek tambahan yang berkaitan dengan hal ini. Terdapat lebih sedikit reaksi terhadap globulin imun rabies manusia (khususnya penyakit serum yang jarang, anaflaksis) dibandingkan terhadap serum antirabies kuda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar